M
A K A L A H
K O M O D I T I K A K A O
DI
SUSUN
O L E H
Ø E F R A I N
Ø STB :
2011,11,010
Ø PRODY :
AGROTEKNOLOGI
Ø FAK : PERTANIAN
Ø UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esah atas berkat dan kasi karunia-Nya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dimana makalah ini di ajukan untuk
memenuhi sala satu tugas tugas budidaya tanaman tahunan.
Pada
kesempatan ini kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih untuk semua
bimbingan, arahan, dukungan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
selesai.Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat sederhana dan masih
belumsempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifatmembangun demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih, semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan diterima dangan baik.
v A
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya
cukup penting bagiperekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.Di samping itu kakao juga berperan
dalam mendorong pengembangan wilayan dan pengembanganagroindustri. Pada tahun
2002, perkebunan kakao telahmenyediakan lapangan kerja dan sumber
pendapatanbagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar
berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI)serta memberikan sumbangan devisa terbesar
ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawitdengan nilai US $
701 juta.Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembanganpesat dalam kurun
waktu 20 tahun terakhir danpada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia
tercatat seluas 914.051 ha.Perkebunankakaotersebutsebagianbesar(87,4%dikelolaolehrakyatdanselebihnya6,0%perkebunan
besar negara serta 6,7%perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang
diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindakdengan sentra produksi utama
adalah Sulawesi Selatan
, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di sampingitu
juga diusahakan jenis kakao muliaoleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan
Jawa Tengah.Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia
dimana bila dilakukan fermentasidenganbaik dapat mencapai cita rasa setara
dengan kaao berasal dari Ghana dan keunggulan kakaoIndonesia tidak mudah
meleleh sehingga cocok bila dipakai untukblending. Sejalan dengan
keunggulantersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor
maupun kebutuhan dalam negeri. Dengankata lain, potensi untuk menggunakan
industri kakaosebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan
distribusipendapatancukupterbuka.Meskipundemikian,agribisniskakaoIndonesiamasihmenghadapi
berbagai masalah kompleks antara lainproduktivitas kebun masih rendah akibat
serangan ham
a. Penggerek
Buah Kakao (PBK), mutu produk masihrendah serta masih belum optimalnya
pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangansekaligus
peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah
yang lebih besardari agribisnis kakao.Pada tahun 2002 tersebut komposisi
tanaman perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 224.411 ha (24,6%) tanamanbelummenghasilkan(TBM),618.089ha(67,6%)tanamanmenghasilkan
(TM), dan 71.551 ha (7,8%) tanaman tua/rusak. Produktivitas rata-rata nasional
tercata 924 kg/ha, dimana produktivitas perkebunan rakyat
(PR) sebesar963,3kg/ha,produktivitas perkebunan besar negara (PBN) rata-rata
688,13 kg/ha dan produktivitas perkebunan besar swasta (PBS) rata-rata 681,1
kg/ha. Tabel Perkembangan areal dan produksi perkebunan kak
ao Indonesia Tahun Areal (ha) Produksi(ton) PR PBN PBS
Jumlah PR PBN PBS Jumlah
1980 13,125 18,636 5,321 37,082 1,058 8,410 816 10,284
198551,76529,19811,83492,797
Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan
Besar Negara PBS = PerkebunanBesar Swasta
2 Pada Tabel tersebut tampak bahwa
perluasan areal perkebunan kakao yang begitu pesat umumnya dilakukan petani,
sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan kakao Indonesia.
Tanaman kakao ditanam hampir di seluruh pelosok tanah air dengan sentra
produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,
Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, maluku Utara
dan Irian Jaya. Keberhasilan perluasan areal dan peningkatan produksi tersebut
telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasarkakaoIndonesiadikancahperkakaoandunia.Indonesiaberhasilmenempatkandirisebagaiprodusen
kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’lvoire)pada tahun
2002, walaupun kembali tergeser ke posisi keiga oleh Ghana pada tahun 2003
(International Cocoa Organization, 2003). Tergesernya posisi Indonesia tersebut
salah satunyadisebabkanolehmakinmengganasnya serangan hama PBK. Pada saat ini
teridentifikasi serangan hama PBK sudah mencapai 40% dari
total areal kakao khususnya di sentra utama produksi
kakao dengan kerugian sekitar US$ 150 juta per tahun. Di samping itu rendahnya
produktivitas tanaman kakaodisebabkan oleh masih dominannya kebun yang dibangun
dengan asalan, terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan
tanaman klonal. Sementara mengganasnya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK)
antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya klon kakao yang tahan terhadap
hama PBK. Pada saat ini teknologi pengendalian hamaPBKsudahdiperoleh,tetapi
penerapannya masih menghadapi berbagai kendala. Hal ini menjadi tantangan bagi
pelaku bisnis kakao untuk segera mengatasi permasalahan hama PBK. Guna membantu
mengatasi masalah mutu benih kakao, Kementeraian Negara Koperasi dan UKM telah
melaksanakan program bantuan perkuatan bibit kakao kepada masyarakat melalui
koperasi. Program ini dimulai sejak tahun anggaran 2005 di Kabupaten Temanggung
Propinsi Jawa Tengah melalui 2 koperasi
sebanyak 2 juta batang bibit kakao, dan dilanjutkan
pada tahun anggaran 2006 di Kabupaten Jayapura Propinsi Papua melalui 7
koperasi sebanyak 1,4 juta batang bibit kakao, Propinsi Jawa Tengah sebanyak
2,64 juta batang bibit kakao yang tersebar di Kabuapaten Semarang (9koperasi
sebanyak 1.424.025 batang), Kabupaten Wonogiri (4 koperasi sebanyak 440.000
batang) dan Kabupaten Karanganyar (7 koperasi sebanyak 759.997 batang),
Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat (2 koperasi sebanyak 500.000 batang) serta
Kabupaten LebakPropinsi Banten (6 koperasi sebanyak 1.420.005 batang).
Selanjutnya pada tahun anggaran 2007 Kementerian Negara Koperasi dan UKM masih
melanjutnya program bantuan perkuatan bibit kakao bermutu di daerah potensial
kakao lainnya sebanyak 5 juta batang yang tersebardiPropinsi Lampung (Kabupaten
Lampung), Propinsi Bengkulu (Kabupaten Kepahiang), Propinsi Sum
atera Utara (Kabupaten Tapanuli Tengah dan Mandailing
Natal), Propinsi Jawa Barat (Kabupaten
Garut), Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Banjarnegara),
Propinsi Sulawesi Tenggara (kabupaten Konawe Selatan) dan Propinsi Sulawesi
Selatan (Kabupaten Luwu). Di samping itu, Kementerian Negara Koperasi dan UKM
telah memberikan bantuan perkuatan kepada koperasi
berupa sarana pengolahan kakao tahun anggaran 2005
yang tersebar di Propinsi Sulawesi Tengah (Kabupaten Donggala), Propinsi Papua
(Kabupaten Jayapura) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kabupaten Konawe Selatan)
serta pada tahun anggaran 2006 di Propinsi Sulawesi S
elatan (Kabupaten Wajo). Diprogramkan bantuan
perkuatan bibit kakao ini dilanjutkan pada tahun-tahun yang akan datang
sehingga pemenuhan bibit kakao bermutu dapat terwujud dan produksi kakao
nasional dapat ditingkatkan.
2. Perkembangan tanaman perkebunan komoditi kakao di
Luwu utara
Kabupaten Luwu Utara yang dikenal sebagai sentra
penghasil kakao terbesar di Sulawesi Selatan dengan luas areal 56,939 hektar,
produksi rata-rata lima tahun terakhir mencapai 20.175 ton atau 250-500 kg per
hektar per tahun. Tahun ini Pemerintah Pusat mengalokasikan anggaran sebesar Rp
79,43 Milyar untuk pembenahan tanaman kakao yang mengalami kelesuhan sebagai
akibat menurunnya produksi dan produktifitas serta kualitas kakao akibat
serangan hama PBK, VSD dan bencana alam.
Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara tidak tinggal diam dan berupaya terus mengangkat kembali tanaman yang sempat menjadi primadona beberapa tahun yang lalu.
Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara tidak tinggal diam dan berupaya terus mengangkat kembali tanaman yang sempat menjadi primadona beberapa tahun yang lalu.
Keseriusan itu sendiri terlihat saat
tahun 2007, Pemkab Lutra telah mengalokasikan anggaran rehabilitasi sambung
samping seluas 1.000 hektar, tahun 2008 seluas 3.000 hektar yang bersumber dari
APBD Luwu Utara. Anggaran Pusat sebesar Rp 79,43 Milyar itu sendiri sebesar Rp
44,3 Milyar di kelola Pemkab Luwu Utara dan Rp 35,13 Milyar dikelola Dinas Perkebunan
Propinsi Sulawesi Selatan untuk membiayai kegiatan pengadaan pupuk, pestisida
dan pengadaan bibit SE. ”Sebesar Rp 20,68 Milyar atau 46,68 persen dana
diterima langsung ke petani dalam bentuk tunai,” cetus Sadik.
luwu
Utara adalah penghasil coklat terbesar di Tana Luwu dan Sulawesi selatan,
sehingga bahan mentahnya tidak susah didapatkan cukup kerja sama dengan
kelompok tani yang telah mendapatkan rekomendasi kakao fermentasi. Sebab pemda
luwu utara sudah berusaha semaksimal,untuk meningkatkan m pendatan para petani
kakao yang ada di luwu utara ,maka kami masyarakat lwuw utara terpanggil untuk
membetuk suata wadah forum kakao luwu utara dalam membantu pemda luwu utara
dalam membantu meningkatkan mutu dan Qualitas kakao yang ada di luwu utara
sehinggah luwu utara bisah kenal dengan kabupaten kakao terbaik di indonesia...
dalam pembuatan coklat nindy harus menggunakan kakao pilihan (biji besar) dan
fermentasi. Untuk Coklat Nindy itu sendiri produksinya masih terbatas hanya
sebatas supermarket lokal di Luwu Utara, tetapi dari JICA pernah juga
berkunjung ke pabriknya untuk diteliti di Singapore dan ternyata layak produksi
pabrik kakao berstatus home industri tersebut...
v B
BAB II
SISTEM
BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
A. Sistematika
Tanaman Kakao
Kakao merupakan satu-satunya
di antara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara
komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini sebagai berikut
: Divisi Spermatophyta Anak divisi Angioospermae Kelas Dicotyledoneae Anak
kelas Dialypetalae Bangsa Malvales Suku Sterculiaceae Marga Theobroma Jenis
Theobroma cacao L
9 Perbanyakan vegetatif akan
menghasilkan tanaman yang secara genetis samadenganinduknya sehingga akan
diperoleh tanaman kakao yang produktivitas serta kualitasnya seragam. Karena
itu,penggunaanbahantanamvegetatifyangberasaldariklonklonkakaoyangsudahterujikeunggulannya
akan lebih menjamin produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan.
Perbanyakan tanaman kakao secara vegetatif telah lama dilakukan pada tanaman
kakao mulia dengan cara okulasi dan menggunakan bahan tanam beru[pa entres
klon-klon unggul dari jenis DR 1, DR 2, dan DR 38. Perbanyakan vegetatif dengan
cara okulasi dapat dilakukan pada tanaman kakao lindak dengan menggunakan bahan
tanam berupa entres (kayu okulasi) klon-klon kakao lindak unggul.
B .Metode
Okulasi
Tempelan mata okulasi lazimnya dilakukan pada ketinggian 10-20 cm dari
permukaan tanah. Sisi batang bawah yang dipilih sebaiknya bagian yang terlindung
dari kemungkinan kerusakan oleh faktor-faktor luar. Jika cuaca mendukung
keberhasilan okulasi dan kemungkinan penyebab kegagalan sangat kecil sebaiknya
dipilih bagian yang paling rata atau halus. Jika okula
si dilaksanakan di pembibitan dan jarak antar
bibitcukup rapat, lebih tepat jika letak tempelan di sisi yang sama untuk
mempermudah pengamatan dan pemeliharaan. Metode okulasi cukup beragam. Metode
yang digunakan di suatu tempat mungkin berbeda dengan tempat lain karena
disesuaikan dengan iklim, pengalaman dan keterampilan pelaksana, serta hasil
yang diperoleh. Beberapa metode okulasi bisa diuraikan sebagai berikut :
1.Metode Modifikasi Forket
Metode ini banyak digunakan untuk okulasi kakao karena telah terbukti
memberi banyak keuntungan seperti mudah, cepat dan hasilnya tinggi. Urutan
metode ini sebagai berikut :
Menyiapkan Batang Bawah Kulit kayu ditoreh dari atas,
lebar 1,5 cm panjang sekitar 5 cm. Kulit kayu ini disayat dengan sudut 45º.
Caranya, kulit ditekan pada pisau dengan jari telunjuk sambil ditarik ke atas
sampai ujung torehan. Menyiapkan Mata Okulasi Dibuat sayatan dari bawah ke
atas. Batas bawah sekitar 3 cm dari mata. Sayatan dibuatdenganmengikutsertakansebagiankayu,
lebar 2 cm batas atassekitar 3 cm dari mata. Kayu diangkat dengan hati-hati
dari ujung ke pangkal. Selanjutnya dibuat potongan mata okulasi dengan panjang
sekitar 4 cm dan lebar 1,5 cm. Menempelkan Mata Okulasi Lidah kulit batang
bawah diangkat, kemudian mata tuna
s disisipkan ke dalamnya. Harus diusahakan tepi mata
tunas bersinggungan dengan tepi klit batang bawah. Selanjutnya lidah kulit
ditutupkan ke mata-mata tunas dan diikat. Pengikatan dari bawah ke atas
membentuk susunan seperti genteng. Arah bukaan kulit batang bawah bisa dari
atas ke bawah, tetapi risikonya jika pengikatan tidak rapat, mata tunas sering
busuk karena tergenang air hujan. Dua minggu kemudian dilakukan pengamatan
terhadap hasil okulasi dengan cara membuka tali, mengangkat lidah kulit bawah
tanah, dan menusukkan pisau atau kuku ke kulit mata okulasi, jika mata okulasi
masih berwarna hijau berarti okulasi jadi, tetapi jika berwarna cokelat berarti
okulasi gagal. Segera setelah pengamatan ini, dilakukanpengulangan terhadap
okulasi yang gagal, yakni di sisi lainnya. Perlakuan selanjutnya untuk okulasi
yang jadi adalah
memotong lidah kulit pada batas di atas mata dan
menoreh kulit batang di atas tempelan utnuk
memacu bertunasnya mata okulasi. Dua minggu kemudian
setelah mata okulasi kelihatan membesar (metir), batang bawah dilengkungkan
dengan cara menyayat batangnya di atas
tempelan. Bentuk pemeliharan yang diperlukan adalah
membuang tunas-tunas yang tumbuh s
elain tunas mata okulasi, melindungi tunas baru dari
hama dan penyakit, serta melakukan
setelah tunas okulasi cukup kuat dan memiliki paling
sedikit delapan lembar daun yang telah berkembang.
2.Metode T atau T-Budding
Metode
T ini digunakan secara luas dalam budidaya tanaman buah-buahan. Persyaratan
umum
okulasi metode ini adalah diameter batang sudah
mencapai 6-25 mm dan pertumbuhan batangbawahcukup aktif, sehingga kulit batang
mudah sekali dilepaskan dari bagian kayunya. Urutan kerja metode ini sebagai
berikut : Menyiapkan batang Bawah Dibuat irisan vertikal dengan panjang 2,5 cm.
Selanjutnya dibuat irisan horisontal di ujung atas irisan vertikal dengan lebar
sekitar 1/3 lingkaran batang. Untuk membuka kulit, sebaiknya pisau agak
dicongkelkan.
Menyiapkan Mata Okulasi Dibuat sayatan kulit bersama
sebagian kayu dari 3 cm
di bawah mata sampai 3 cm di atas mata. Dibuat
potongan mendatar 2 cm di atas mata hinga men
embus kulit dan kayu untuk memudahkan pengambilan
mata. Kayu menempel pada mata
dilepas dari ujung ke pangkal. Menyisipkan Mata
Potongan mata disisipkan di bawah kulit batang bawah sampai batas atas dari
mata dan torehan batang bawah bertautan setelah itu diikat erat.
3.Metode T terbalik
Metode
ini lazimnya dilakukan jika okulasi dilaksanakan pada musim hujan guna mencegah
genangan air pada mata. Di samping itu metode ini dapat digunakan pada tanaman
yang banyak mengandung getah karena memungkinkan penghentian mengalirnya getahagartidakmengganggu
mata okulasi. Pelaksanaan metode ini sama dengan metode T. hanya, dalam
menyisipkan mata dilakukan dari bawah ke atas. Satu hal yang perlu diperhatikan
adalah mata okulasi tidak sampai terbalik melawan polaritas tanaman. Meskipun
tunas okulasiterbaliktetapbisatumbuhpertumbuhan dan keguanannya kurang
menguntungkan.
4.Metode Jendela (Patch Budding)
Metode jendela membutuhkan waktu lebih lama dan lebih sukar dibandingkan
dengan beberapa metode di atas, serta memerlukan batang bawah yang diameternya
besar. Di samping itu, dalam
metode ini luas bidang luka yang terjadi cukup
besar,sehingga kemungkinan untuk berhasil menjadi lebih kecil. Sehubungan
dengan beberapa kelemahan tersebut metode ini jarang diaplikasikan pada
budidaya tanaman kakao.
C . Manajemen Pembibitan Kakao
Dalam
uraian berikut akan diberikan contoh kebutuhan benih, bibit, dan luas areal
tempat pembibitan yang perlu disiapkan untuk rencana luas areal tertentu.
Angka-angka yang dicantumkan bukan patokan mati, tapi hanya merupakan gambaran
yang dapat dipakai sebagai acuan.
1.Kebutuhan Bibit Kakao untuk Areal Pertanaman 1 Ha
Tanah
datar, jarak tanam 3 x 3 m = 1.111 pohonPersediaan sulaman 20% = 222 pohon
Jumlah = 1.333 pohon atau 1.300 pohon (dibulatkan) Bibit apkir 20% sehingga
bibit yang harus disiapkan dipembibitan = 100/80 x 1.300 pohon = 1.625 pohon11 Tanah miring, jarak tanam 4 x 2,5 m = 1.000 pohonPersediaan
sulaman 20% = 200 pohon Jumlah = 1.200 pohon Bibit apkir 20%, sehingga yang
harus disiapkan di pembibitan = 100/80 x 1.200 pohon = 1.500 pohon
2.Kebutuhan Benih Kakao untuk Areal Pertanaman 1 Ha
Asumsi
: daya kecambah benih 90%, jumlah kecambah ang dapat dipindahkan 95%, dan
jumlah bibit yang dapat ditanam 80%. Jadi, kebutuhan benih kakao = 100/90 x
100/95 x 100/80 x Y = 1,46 Y (Y = jumlah bibit kakao yang dibutuhkan). Tanah
datar, jarak tanam 3 x 3 m, kebutuhan benih 1.300 bijiKebutuhan benih = 1,46 x
1.300 biji = 1.898 atau 1.900 butir Tanah miring, jarak tanam 4 x 2,5 m,
kebutuhan benih1.200 benihKebutuhan benih = 1,46 x 1.200 biji = 1.752 atau 1.
800 butir
3.Kebutuhan Areal Pembibitan untuk Areal Pertanaman
1Ha
Luas
areal pembibitan yang efektif adalah 60% dari luas tanah yang harus disiapkan.
Jarak bibit (kantong plastik) = 15 x 15 cm = 44,44
bibit/m² atau 45 bibit (dibulatkan). Jarak tanam 3 x 3 m, sehingga memerlukan
bibit 1.625 pohon. Kebutuhan luas tanah pembibitan = 100/60 x 1.625/45x 1 m² =
60,185 m² atau 60 m² Jarak tanam 4 x 2,5 m memerlukan bibit 1.500 pohon.
Kebutuhan luas tanah pembibitan = 100/60 x 1.500/45 x
1 m² = 55,56 m² atau 56 m²
D.Pola Tanaman dan Tumpang Sari
Usaha tani kakao selalu menghadapi resiko kegagalan panen akibat
serangan hama dan penyakit serta kondisi musim yang tidak mendukung produksi.
Fluktuasi harga biji juga kadang menyebabkan pekebun kakao menderita kerugian
besar. Laju peningkatan faktor input yang pelan tetapi pasti, suatu saat tidak
bisa diimbangi oleh peningkatan harga jual produk. Ko
nsekuensinya adalah pekebun selalu menyesuaikan
penggunaan faktor input pada tingkat yang optimal. Padahal tindakan ini
berisiko menurunkan kesehatan tanaman dan tingkat produksi.
Risikokegagalanusahatersebutdapatditekandenganmenerapkandiversifikasi(penganekaragaman)
tanaman. Dalam budidaya kakao, peluang melakukan
diversifikasi horizontal cukup luas karena tanaman ini toleran terhadap
penaungan. Pemakaian pohon penaung yang produktif serta tanaman sela yang tepat
merupakan bentuk diversifikasi yang sebaiknya dikemb
Satu-satunya cara meningkatkan produktivitas di lahan
kering adalah dengan tumpang sari
(intercropping). Tumpang sari menjamin berhasilnya
penanaman menghadapi iklim yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit,
serta fluktuasi harga. Selain itu, dengan pola ini distribusi tenaga kerja
dapat lebih baik sehingga sangat berguna untuk daerah yang padat tenaga. Luas
lahan pertanian terbatas, serta modal untuk membeli sarana produksi juga
terbatas. Dengan kata lain, usaha tumpang sari beartimeminimalkan risiko dan
memaksimalkan keuntungan.
Antar individu tanaman dan antar jenis tanaman yang
diusahakan secara tumpang sari terjadi interaksi dalam mencari faktor tumbuh
cahaya, air, dan unsur hara. Interaksi ini sering disebut dengan kompetisi
(persaingan). Kompetisi akan lebih parah jika salah satu jenis tanaman mengeluarkan
zat beracun atau sebagai inang hama dan penyakit. Keragaman penyebaran serta
aktivitas sistem perakaran juga menjadi penyebab kopetisi. Dengan begitu,
persaingan tersebut sangat kompleks dan merupakan kumpulan dari semua proses
yang mengakibatkan
F.Perendaman
dan Pencucian
Proses
ini tidak mutlak dilakukan tergantung kebiasaan dan permintaan konsumen. Tujuan
perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki
kenampakan biji. Biji yang tidak dicuci memberikan kenampakan yang kurang
menarik, sed
ang pencucian bersih meningkatkan jumlah biji pecah
dan mengurangi rendaman. Dalam hal ini disarankan agar melakukan pencucian
setengah bersih, cara ini dapat memperbaiki kenampakan fisik, mempercepat
pengeringan tanpa terlalu banyak menurunkan rendaman. Sebelumpencucian
dilakukan perendaman ± 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan
kenampakan menarik dan warna coklat cerah. Pencucian
dapat dilakukan secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin cuci.
G.Pengeringan
biji kakao
Tujuan pengeringan adalah menurunkan kandungan air biji basah dari
sekitar ± 60% menjadi ± 7,5%. Pengeringan biji kakao ada 3 cara yaitu dengan
penjemuran pada sinar matahari, memakai alat pengeringan dan kombinasi
keduanya.
- .Penjemuran dengan sinar matahari
a) .Biji kakao
dijemur di atas balai bambu dengan ketinggian ± 1 m dari tanah atau di atas
alas
tikar/sesek bambu.
b) .Tebal
lapisan/komponen biji ± 3 cm
c) .Biji kakao
dibalik setiap 1-2 jam sekali supaya pengeringan merata.
d) .Lama
penjemuran tergantung keadaan cuaca dan tebalnyahamparan biji, biasanya
berlangsung 7-10 hari. Gambar : Penjemuran biji kakao
- .Pengeringan dengan alat pengering buatan
- .Alat pengering yang biasa digunakan adalah rancangan BPP-Bogor (Stasioner dan mobil)
- .Kapasitas unit pengering stasioner : 25-35 kg biji kakao basah. c.Tebal lapisan-lapisan 10-20 cm. d.Biji kakao setiap 1-2 jam dibalik supaya pengeringan merata
- .Lama pengeringan dengan ± 48 jam dengan suhu 55º-60º c.19 Kombinasi pengeringan dengan sinar matahari dan alat pengering buatan
a) .Biji kakao
terlebih dahulu dijemur dengan sinar matahari selama dua hari
b) Kemudian
dimasukkan ke dalam alat pengering sampai diperoleh kadar air ± 7,5% Cara
menentukan selesainya proses pengeringan biji kakao adalah :
1) .Melihat
kekerasan kulit/keping biji, biji kakao yang sudah kering mudah patah/rapuh
apabila
ditekan antara ibu jari dan telunjuk
2) .Menggunakan
alat pengukur kadar ai
G .Sortasi
1.Sortasi biji kakao kering dimasukkan untuk memisahkan
antara biji baik dan
cacat yang berupa : biji pecah, kotoran atau benda asing lainnya (batu,
kulitdan daun-daunan)
2.Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar
kadar air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak
3.Sortasi dilakukan dengan ayakan yang dapat
memisahkanbiji kakao dari kotoran-kotoran
G.Pengemasan dan Penyimpanan Biji
1.Biji kakao dikemas dengan baik di dalam wadah
bersihdan kuat, biasanya menggunakan karung goni dan tidak dianjurkan
menggunakan karung plastik
2.Biji kakao jangan disimpan dengan produk pertanian
lainnya yang berbau keras, karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan tersebut
3.Biji kakao jangan disimpan di atas para-para dapur,
karena dapat mengakibatkan biji kakao berbau asap
4.Biji kakao disimpan dalam ruangan, dengan kelembaban
tidak melebihi 75%, ventilasi cukup dan bersih
5.Antara lantai dan alas wadah diberi jarak ± 8 cm dan
dari dinding ± 60 cm
6.Biji kakao dapat disimpan ± 3 bulan.
H.Standarisasi
Standar mutu biji kakao disusun sebagai pedoman
pengolahan biji kakao pada tingkat petani, sebagai dasar penetapan harga pada
tingkat petani/produsen dan dapat menjamin serta memenuhi kepentingan produsen,
kalangan dagang maupun industri pengguna. Tabel. Standar Nasional Biji Kakao
(SNI 01 – 2333 – 2000) No.KarakteristikMutu IMutu II
1 Jumlah biji/100 gr ******
2 Kadar air, % (b/b) maks 7,5 7,5 7,5
3 Berjamur, % (b/b) maks 3 4 4
Tak terfermentasi, % (b/b) maks3885Berserangga, hampa,
berkecambah, % (b/b) maks3666Biji pecah, % (b/b) maks3337 Benda asing, % (b/b)
maks 0 0 0 8Kemasan kg,netto/karung62,562,562,5
Keterangan :
** Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr
-AA jumlah biji per 100 gram maksimum 85
-A jumlah biji per 100 gram maksimum 100
-B jumlah biji per 100 gr maksimum 110
-C jumlah biji per 100 gram maksimum 120
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1993, Pengolahan kakao, Direktorat Jenderal Perkebunan
Departemen Pertanian RI.
Anonimus, 2004, Kakao (theobroma cacao L), Direktorat
JenderalBinaPengolahandanPemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian RI.
Anonimous, 2007, Prospek dan Arah Pembangunan Agrisbisnis Kakao, Badan
Pengembangan dan Penelitian Pertanian (Indonesian Agency for Agricultural
Research and Development), Departemen Pertanian RI Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2006, Panduan Lengkap Budidaya Kakao (Kiat mengatasi
permasalahan
praktis), PT. Agromedia Pustaka. Sri Mulato dkk, 2005,
Pengolahan Produk Primer dan
Sekunder Kakao, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, Jember. Tjitrosoepomo, Gembong, 1988, Taksonomi Tumbuhan
(Spermathopyta), Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Tumpal H.S. Siregar dkk, 2006, Budidaya, Pengolahan
dan Pemasaran Coklat, Penebar Swadaya Jakarta. Wood, G.A.R, 1975, Cocoa
Tropical Agriculture Series, 3 Ed, London, Longmans.
0 komentar:
Posting Komentar